Izinkan aku sok sastra lagi

12:00






Biarkan aku berlari kesini, sembunyikan aku disini. Sembunyikan aku dari detik waktu, sembunyikan aku dari dunia rupa yang penuh sesak. Penuh dengan mozaik yang bertebaran, yang berisi jiwa jiwa yang menenggelamkanku dan tak mengijinkanku bernafas.
Sembunyikan aku. Sungguh, sembunyikan aku. Aku hendak menyesal namun  kuas kuas itu mentertawakanku dengan kejam. Aku hendak berlari, tapi sebagian diriku mengutuk diriku yang lain lagi. Terus dan terus.

Selalu begitu. Selalu dan selalu. Rasanya aku selalu tenggelam selalu tertinggal selalu dan selalu. Selalu dan selalu. Selalu.
Tulisanku tak lagi bernyawa, tanganku takut berkarya, mulutku tetap malu bersuara, dan aku tenggelam dalam arus kenyataan.
aku takut maju namun tak juga bisa mundur. Aku berada dalam kehampaan statis yang mengerikan.

Sesungguhnya detik ini aku hanya sedang berada di kelas dan aku sendirian di tengah keramaian, seperti biasa, seperti tahun tahun di hidupku yang lalu, dan kepalaku tak bisa diam.
Bising dan terus berbicara karena panik.
lalu aku mengingat persembunyianku disini. Persembunyian yang lama tak kujamah lagi. Karena akhir akhir ini aku sok seni, tidak lagi sok sastra.
Sok sastra, aku juga rindu sok sastra. Padahal yang kubaca hanyalah serpihan serpihan fana. Memuaskan hasrat pemuja fiksi yang ada. Lalu sok sok menulis. Sok sok mengekspresikan diri dengan sajak sajak puitis, padahal kalau kubaca kini tak lebih dari sekedar sampah hasil pubertas remaja.
 seketika aku rindu sok sastra. Aku rindu menuliskan isi kepalaku macam ini.
Ah ya, aku terseret menjadi penakut. Aku takut berkarya, aku takut bersuara, aku takut menjadi diriku sendiri seperti biasa. Atau... apakah memang yang biasa itu diriku?
benarkah itu aku? Dan lagi lagi aku terkurung paradoks itu, paradoks siapa aku.

Cinderella complex katanya, dimana aku menunggu pangeran datang menyelamatkanku dari kehampaan statis yang mengerikan. Menarikku jadi ibu rumah tangga dan mati di rumah disaksikan anak cucu.
Namun disisi lain aku cukup pasrah jika suatu hari nanti harus mati di depan komputerku, sendirian, dan ditemukan karena bau busuk yang sudah menguar.
Atau... harus kah aku mati sekarang, di kamar kosku yang remang remang, menunggu untuk ditemukan.

Rongga dadaku pegal pada saat seperti ini. Sulit bernafas karena tak nyaman. Karena udara terlalu ketat mencekat. Karena aku sendirian, di tengah keramaian. Aku tak pernah jadi keramaian. Aku khawatir aku akan mati sendirian. Lalu tak ada yang datang , karena hidup sudah terlalu sibuk untuk berkabung atas pemeran figuran yang hidup dalam bayangan.
Aku terlalu sendirian di dunia ramai. Dan aku tak pernah menjadi keramaian.
Dan keramaian tak pernah kenal aku.

Perasaan negatif tak pernah sukses meninggalkanku. Ia seperti jamur yang kupangkas namun kembali tumbuh dan menyebar. aku terseret kegelapan lagi dan lagi. Putus asa dan menyerah. Entah darimana ia datang. Entah. Kenapa juga ia menyergapku sekarang?

Maafkan susunan ku kacau. Aku cuma sedang sok sastra. Aku cuma sedang bersembunyi dari keramaian, dan menutupi kakiku yang gemetaran.
Kepalaku tak selesai selesai berbisik. Hatiku tak selesai selesai gelisah. Sendirian di keramaian, mencekikku begitu cekat. Udara menjadi sempit.
Aku butuh euforia. Aku butuh berak kalau kata Shelma. Aku butuh itu, tapi tak tahu harus kucari kemana, atau kubuat bagaimana.  Harus bagaimana. Harus kuciptakan apa.

Ah gotir, cetek sekali otakmu. Banyak yang harus di kritisi dari sistem kampus sampai sistem tata negara. Dari biaya semester sampai harga beras. Kelaparan kemiskinan. Banyak yang bisa jadi alasanmu untuk marah, geram dan bergerak.

tapi kau duduk di pojok tak habis habisnya mengkritisi dirimu sendiri tanpa penyelesaian yang pasti, dan kau tersesat dalam kepalamu sendiri.
Sempit sekali otakmu sempit sekali.Kau hanya sibuk memikirkan betapa menyedihkannya dirimu. Tapi ya memang begitu adanya.

aku mau pulang saja. Pulang. Pulang. Aku mau putar waktu. Lalu menghilang. 

Ah kepalaku tak bisa diam. Maafkan aku. Tolong sembunyikan aku.


Gotir, 24.4.15

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images